Minggu, 27 April 2014

Sepintas Harap Esok




Hari ini masih libur. Sedikit udara segar sejenak ku jemput setelah menggua yang cukup lama. Kunjungan beralasan seorang teman merayu ku tuk menghirup udara jalanan. Tak jauh, hanya 10 menit jalan kaki. Dengan modal perut lapar jadilah sore ini ku lewati dengan junk food k*****t yang sukses menyiksa perut. Dibubuhi cerita panjang yang ngalor ngidul. Rasanya diriku berbeda hari ini. Lebih dingin atau tidak peduli, tidak antusias atau sok cool. Tak tau apa kata yang tepat.
Cerita masa lalu kawan, sukses buatku ngakak. Apakah tawa itu tulus atau tidak? Entah, akupun lupa. Mengetahui hal yang semakin jauh. Pikiran dan impian untuk masa depan. Bagaimana pendamping yang sebenarnya ia dambakan. Walau ia tidak memaksa harus demikian.  Bagaimana ia ingin melewati hari-harinya kelak. Sejenak ku merasa kami sebaya. Hanya saja, ia jauh lebih banyak tahu. Menyenangkan.
Sebagai penutup ,satu pesan darinya “Mulailah memikirkannya ya. Karna kalau ku lihat dirimu bakal lama ini.” Hahaha maksudnya “Mulailah memikirkan pernikahan atau kau benar-benar akan sangat menikmati sendiri terlalu lama.”


Seperti biasa, hal yang menyenangkan mengisi waktu dalam perjalanan dengan berpikir bahkan sejenak merenung serius. Tak penting seberapa jauh perjalanannya. Apakah berjalan kaki atau dengan angkutan.
Sejenak ku pikirkan apa yang benar-benar kuharapkan untuk esok ku.
Ku ingin ia memberitahuku banyak hal yang ia ketahui. Begitu juga dengan ku. Tanpa mengajariku seperti guru. Tapi cukup seperti teman belajar yang saling memberi solusi. Tak perlu sama dalam segala hal. Tapi ku ingin melakukan banyak hal yang kami sukai bersama. Ku berharap ada perdebatan di tiap diskusi. Tak perlu parah, setidaknya menunjukkan rasa ingin maju bersama dengan kritik. Anggap saja ku berharap hubungan itu tidak selalu mulus. Tapi tetap lekat melewati badai. Tak perlu selalu mengerti ingin yang tak pernah ku katakan. Karena itu terlalu muluk. Cukup dengan membuatku bisa mengatakan ingin dan pikir ku yang sebenarnya.
Tiada bosan ku dengarkan celotehnya. Tapi juga mampu buatku membalas celotehan dengan keterbataan. Mengerti akan batas aneh ku yang berbeda. Menerima beda sebagai warna. Menemani saat ku menggua tanpa mengusik momen.
Mungkin hanya sebatas itu harap yang mampu ku semat. Meski belum ada ingin untuk mempersiapkan diri dan hati untuk melangkah.
Beberapa waktu yang lalu terbersit pikiran pesimis. Apakah dengan lepas dari satu kekang dan masuk keikatan lain akan menjadi solusi kecemasan singkat yang sering terjadi?
Beberapa romansa picisan menjadi pertunjukan yang buatku sangat muak belakangan ini. Romansa yang diikat dengan bayangan abu-abu. Sekuat apapun ikatan itu, bisakah kalian memastikannya menjadi ikatan nyata sebelum ia benar terjadi? Siapa yang berani menjaminnya ketika Pemilik Segala tak pernah memberi bocoran rencananya? Mungkin karena melihat kenyataan 'hubungan jaman sekarang' terlalu dekat memberikan kesimpulan demikian dalam benak.
Harapanku untuk esok adalah "Aku akan melangkah jika ku rasa memang sudah waktunya dan ku temukan ia yang benar dan tepat. Bukan karena menjadikannya sebagai solusi pesimis. Tapi sebelum itu, ijinkanku melangkah sejauh yang ku mampu dengan sendiri."

0 komentar:

Posting Komentar