What u have done?
Sorry if I looks like too worried. But u need too know that
there is someone who worried about me cause that words.
Hari menegangkan untuk penghuni rumah yang tahu
permasalahannya. Sejak pagi menanti dengan was-was inspeksi mendadak yang telah
diumumkan. Terancam kehilangan rumah, cukup buatku tak tenang sejak kemarin.
Dan apa lagi yang dilakukan penghuni satu ini. Tergesa-gesa
entah karena apa. Ketakutan itu tampak jelas. Akan panjang ceritanya jika ku
paksa bercerita. Ku biarkan ia pergi dengan pesan “Oh ya udah, hati-hati ya,” hanya
itu. Pesan yang akan diterima semua orang yang berpamitan, meski hanya ke kamar
mandi.
Satu jam kemudian, ponsel ku berdering. Sapaan tak penting menjadi pembuka. Suara di seberang sana memberi isyarat obrolan ini tentang sebuah pertanyaan. Tapi ia hanya bercerita. Cerita yang sukses buatku kehabisan kata, bahkan harus minta ijin untuk tertawa. Entah apa yang menjadi penghalang. Berkali-kali saluran terputus. Sampai benar-benar terputus saat obrolan semakin serius.
Ceritanya belum selesai, apa yang harus ku lakukan? Menghubunginya? Pulsaku tak cukup. Ku putuskan untuk menghubunginya saat sore. Pesan singkat ku kirim dengan harapan bisa membantu untuk menenangkannya. “kembali” itu intinya. Tak lama balasannya ku dapat. Ia akan kembali, dan ingin bertemu. Melanjutkan cerita pikirku. Baiklah, tapi setelah satu pertemuan penting pikirku lagi.
Singkat cerita, kami tak jadi bertemu. Syukurlah. Karena ada yang tak bisa ku tinggalkan sebenarnya.
Aku melanggar jam malam (lagi). Menurutku ini sepadan dengan pelajaran yang ku dapat. Hampir terlupa, ada yang sedang tidak baik di seberang sana. Bagaimana keadaannya? Membaikkah? Social media. Jalan untuk mencari tahu.
Segera perangkat stalking dikumpulkan. Baiklah ini pertama kalinya aku menjadi stalkernya. Hei tunggu.. ini akun siapa? Milikku? Bukankah tadi jelas namanya yang ku ketik? Postingan tiga jam yang lalu. Ku lihat milikku, 20 jam yang lalu.
Kalimat yang persis sama.
Oke aku semakin khawatir. Ada yang salah, dan aku hanya perlu pengakuannya bahwa ia tidak baik-baik saja. Bukan cerita panjang yang ingin ku dengar. Hanya pengakuan itu saja. Jangan berbohong. Karena aku tahu dan aku begitu.
***
Dua puluh jam yang lalu, aku berpikir keras bagaimana meredakannya. Seseorang ku hubungi untuk membantu, tak ada balasan. Dari banyak kejadian dan cerita, aku memilih empat kata mewakilinya. Sudah cukup empat kata.
Seseorang datang padaku keesokan harinya. Menanyakan empat kata tersebut. “Apa yang too much?”. Dia membacanya. Pengakuan panjang pun keluar tanpa paksaan. Penjelasan tentang ‘aku tidak baik-baik saja’.
Pengakuan yang cukup melegakan.
0 komentar:
Posting Komentar