Benarkah ia dapat digantikan dengan yang lain? Mungkin ini pertama kalinya
ku buat segala alasan agar menetap sedikit lebih lama.
Sore yang padat
di jalan kota Medan. Sama seperti sore-sore sebelumnya. Kali ini ada orang lain yang
ku kenal dalam angkutan itu.
Teteh, itu panggilanku untuknya. Anak pertama ibuku. Ya,, ia kakak kandungku.
Teteh, itu panggilanku untuknya. Anak pertama ibuku. Ya,, ia kakak kandungku.
Momen yang sangat
jarang kami temui. Menyisakan sedikit waktu senja bersama. Menikmati makanan
yang berbeda dari menu kami sehari-hari. Sudah lama ku mengajaknya datang ke
tempat itu bersama. Sekedar memesan satu hidangan. Tempat yang
pernah menjadi saksi salah satu kenangan yang
terukir dengan sahabat.
Kami berdua memutuskan
pulang dengan menaiki angkutan umum. Lupa kapan terakhir kalinya melakukan
hal ini.
Angkutan itu tidak
terlalu ramai. Hanya ada 4 penumpang di belakang. Aku dan teteh mengambil tempat duduk paling belakang. Kami saling berhadapan.
Jarak tempuh kami tidak jauh, hanya saja kepadatan lalu lintas memberi kami
waktu sedikit lebih lama.
Banyak hal yang sempat kami bahas. Mulai dari komentar
mengenai hidangan tadi. Membandingkannya dengan tempat makan lain. Mengejek
keteledoranku mengatur keuangan. Sampai kegiatanku di kampus. Tidak banyak
detail kegiatan yang kuceritakan. Toh ia hanya perlu mengetahui apakah aku
memang ‘sedikit’ sibuk di kampus.
Sampai satu titik
mengingatkan akan perjalanan akhir tahun yang siang tadi menjadi pembicaraan
dengan teman-teman di PIJAR.
“Tanggal 23 nanti kami
mau liburan loh ke Bukit Lawang bareng alumni, sekalian perpisahan,” ceritaku.
“Emang koe kapan mulai libur?”
“Kayaknya tanggal 20,”
jawabku ragu.
Belakangan ia
mencemaskanku yang tidak dapat menghabiskan libur akhir tahun di kampung.
Menurutku begitu saat mengatakan kepada mereka akan ada praktik lab komunikasi
yang akan kuhadapi selama 1 bulan ini. Sama sekali tidak terfikirkan kemungkinan
libur.
Saat kemungkinan itu
terlihat. Justru hati ini menolak kemungkinan itu. Apakah rasa rindu itu telah
hilang? Maafkan anakmu mah,, pak,, ia tidak sedang durhaka. Ia hanya sedang
mengikuti apa yang baru ia temukan. Sesuatu yang selama ini ia cari.
Rindu akan tempat itu
sedikit memudar. Gejolak menggebu untuk menapakkan kaki di tempat lain mulai
meningkat. Apakah titik jenuh itu sedang bekerja?
Atau ini semangat yang terlalu tinggi untuk satu hal yang ingin kucintai?
Mungkin ini yang namanya terjerembab dalam lubang cahaya. Tenggelam akan semangat dan sensasinya.
Atau ini semangat yang terlalu tinggi untuk satu hal yang ingin kucintai?
Mungkin ini yang namanya terjerembab dalam lubang cahaya. Tenggelam akan semangat dan sensasinya.
0 komentar:
Posting Komentar