Jumat, 20 Desember 2013

Rindu Itupun Hilang



Benarkah ia dapat digantikan dengan yang lain? Mungkin ini pertama kalinya ku buat segala alasan agar menetap sedikit lebih lama.

Sore yang padat di jalan kota Medan. Sama seperti sore-sore sebelumnya. Kali ini ada orang lain yang ku kenal dalam angkutan itu.
Teteh, itu panggilanku untuknya. Anak pertama ibuku. Ya,, ia kakak kandungku.
Momen yang sangat jarang kami temui. Menyisakan sedikit waktu senja bersama. Menikmati makanan yang berbeda dari menu kami sehari-hari. Sudah lama ku mengajaknya datang ke tempat itu bersama. Sekedar memesan satu hidangan. Tempat yang pernah menjadi saksi salah satu kenangan yang  terukir dengan sahabat.
Kami berdua memutuskan pulang dengan menaiki angkutan umum. Lupa kapan terakhir kalinya melakukan hal ini.
Angkutan itu tidak terlalu ramai. Hanya ada 4 penumpang di belakang. Aku dan teteh mengambil tempat duduk paling belakang. Kami saling berhadapan. Jarak tempuh kami tidak jauh, hanya saja kepadatan lalu lintas memberi kami waktu sedikit lebih lama.
Banyak hal yang sempat kami bahas. Mulai dari komentar mengenai hidangan tadi. Membandingkannya dengan tempat makan lain. Mengejek keteledoranku mengatur keuangan. Sampai kegiatanku di kampus. Tidak banyak detail kegiatan yang kuceritakan. Toh ia hanya perlu mengetahui apakah aku memang ‘sedikit’ sibuk di kampus.
Sampai satu titik mengingatkan akan perjalanan akhir tahun yang siang tadi menjadi pembicaraan dengan teman-teman di PIJAR.
“Tanggal 23 nanti kami mau liburan loh ke Bukit Lawang bareng alumni, sekalian perpisahan,” ceritaku.
“Emang koe kapan mulai libur?”
“Kayaknya tanggal 20,” jawabku ragu.
Belakangan ia mencemaskanku yang tidak dapat menghabiskan libur akhir tahun di kampung. Menurutku begitu saat mengatakan kepada mereka akan ada praktik lab komunikasi yang akan kuhadapi selama 1 bulan ini. Sama sekali tidak terfikirkan kemungkinan libur.

Saat kemungkinan itu terlihat. Justru hati ini menolak kemungkinan itu. Apakah rasa rindu itu telah hilang? Maafkan anakmu mah,, pak,, ia tidak sedang durhaka. Ia hanya sedang mengikuti apa yang baru ia temukan. Sesuatu yang selama ini ia cari.
Rindu akan tempat itu sedikit memudar. Gejolak menggebu untuk menapakkan kaki di tempat lain mulai meningkat. Apakah titik jenuh itu sedang bekerja?
Atau ini semangat yang terlalu tinggi untuk satu hal yang ingin kucintai?

Mungkin ini yang namanya terjerembab dalam lubang cahaya. Tenggelam akan semangat dan sensasinya.

0 komentar:

Posting Komentar