Minggu, 29 Desember 2013

Hi and Bye

Lewat tengah malam. Tak terasa hari telah berganti. Penghujung tahun telah di depan mata. Ahh entah apa yang ku ketik. Tak satupun rasa ini terwakili.
Baiklah tulisan ini akan dimulai dari 'kamu'
Apa kabar kamu?
Bagaimana dengan dia? Masihkah baik-baik saja?


25 Desember 2013. Entah apa yang membuat hati ini tiba-tiba merasakan rindu yang aneh. Hujan. Ya, aku merindukan hujan. Berharap detik itu juga hujan turun dan ku ingin menari di bawah rintiknya. Kesedihan kah alasannya? <saat ini ku jawab 'iya'> Beberapa teman kutanyai apakah hujan di daerah mereka. Orang ketiga yang ku tanya mengatakan gerimis di tempatnya. Senyum ini mengembang. Ada rasa lega di dalamnya. Yang lain bingung mengapa ku bertanya hal itu. Untuk satu orang ku jawab jujur 'lagi nyari hujan, seharian gada hujan' dan 'gada janji, cuma kangen aja sama hujan'. Tiba-tiba kecintaanku kepada hujan meningkat berpuluh kali lipat. Sejak kamu datang pagi tadi. Tanpa pemberitahuan.
26 Desember 2013. Kesempatan lain untuk dapat sadar posisiku dalam hidupmu.
Masih terlalu pagi untuk menghabiskan waktu di depan komputer jinjing pinjaman ini. Mencari informasi mengenai tempat yang akan kudatangi. Terdengar ketukan yang tak terduga di pintu kamar tumpangan. Suaramu terdengar, menanyakan jadikah ku pergi pagi ini? Malam sebelumnya telah kuminta untuk kamu bisa mengantarku pagi ini. Tanpa suara keluhan yang biasa kamu keluarkan, jadilah momen berada di boncengan mu kurasakan lagi. Jalanan masih lengang. Jam menunjukkan masih pukul 6.16 pagi. Kita berangkat mengendarai sepeda motor merah itu.
Sudah berapa tempat yang kulihat dari kursi penumpang ini, dengan kamu di depanku? Sungguh ku tak menghitungnya.
Kuambil sepotong roti dari ransel. Berharap bisa menyibukkan diri dengan sarapan darurat. Mengalihkan hati dan fikiran akan rasa yang bergejolak di hati. Tak banyak yang kita obrolkan sepanjang jalan menuju stasiun kereta. Kamu bertanya mengenai saran perjalanan ke daerah timur Indonesia. Tempat yang menarik. Kesempatan mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Tapi banyak hal yang harus dipertimbangkan. Itu pendapatku dalam hati. Masih perlu info lebih lengkap dan diskusi dengan dosen pembimbing, kira-kira begitu jawaban ku. Sesaat gelisah itu terlupakan. Suasana lebih cair, setelah tak ada percakapan penting sejak kamu tiba. Akhirnya ego ini kalah. Tangan ini tergerak untuk menjabat tanganmu lagi, menciumnya dengan keningku. Seperti dulu, saat semuanya masih baik saja.
12 jam terlewati tanpa terusik akan mu. Nikmati hari dengan mereka yang tak segan 'gila' di depanku.
Di perjalanan pulang malam harinya, ku bertanya pada dia. Apakah kamu masih disana? Berharap kamu yang akan menjemput ku. Dari dia ku tahu, kamu telah kembali sore tadi. Kembali ke tempat mu jalani hari lagi dengan kesibukan yang ku bahkan tak tahu apa. Tanpa permisi air mata mengalir deras 'lagi' di pipi ini. Untuk kamu atau karena kamu. Tak tahu kalimat mana yang lebih tepat.
Begitu asingkah kita sekarang?
Tak pernah hati ini menjerit sekeras ini. Telah lama hati ini membeku. Tanpa pernah lagi sadar apa itu cemburu. Tapi kini ia nyata terasa.
Kamu memilih dia untuk bagian terbesar cinta itu.
Katakan ku cengeng dan kekanakan. Setidaknya ku masih berusaha untuk tidak membenci.

Maaf untuk cemburu ini.
H

0 komentar:

Posting Komentar