Selasa, 23 September 2014

Pelangi Itu Enfys

Hujan masih mengguyur di luar sana. Indah duduk terdiam di dekat jendela. Ia menengadah seolah menginginkan hujan untuk menyentuh wajahnya. Sudah dua jam lamanya. Selama itu pula seseorang memperhatikan Indah dalam diam. Tidak ada yang bisa diperbuatnya. Hanya membiarkan Indah tenggelam dalam pemikiran indah miliknya. Mungkin hanya ia dan Pencipta yang mengerti.
“Ndah,,” panggil suara itu saat hujan mulai reda.
“Hmm?” gumamnya
“Aku boleh duduk di samping kamu?”
“Ya” jawabnya datar.
Dengan perlahan ia mendekati Indah yang masih belum juga kembali dari khayalnya.
Satu jam lamanya mereka hanya duduk berdampingan dalam diam. Tak seorangpun mengusik sunyi. Hanya rintik gerimis yang mengisi kekosongan.
“Ndah,, apa yang kamu lihat dalam hujan?” ia mulai bicara.
“Hmm,, kenangan, harapan,” jawab Indah ragu sambil beranjak. Tanpa peduli Indah langsung masuk ke kamarnya.
Ia pun terdiam. Rumah itu kini benar-benar sunyi saat hujan pergi. Karena saat itulah Indah akan selalu mengurung diri di kamar yang tak pernah ia ijinkan seorang pun memasukinya.
---

Malam ini mereka berencana untuk menghabiskan waktu di lapangan kota. Menikmati pesta kembang api menjelang akhir tahun. Namun berkat rayuan Indah, merekapun telah tiba di lapangan kota sejak pukul 8 pagi.
“Kan lagi libur, sekalian dong main-main bareng,” menjadi kalimat andalan Indah saat ide anehnya mulai dipertanyakan.
“Eh Fys, duduk disana yok. Laper,,” rengek Indah sambil menunjuk warung tenda di seberang jalan.
“Ngajak duduk aja atau sekalian makan?” tanyanya menggoda.
“Makan sih,, Yok lah, laper berat nih,” jawab Indah sambil menarik tangannya.
Sesampai di warung yang dimaksud, Indah langsung memesan dua porsi mie ayam dan segelas es teh manis untuk mereka berdua. Ya satu gelas saja. Kedekatan selama lima tahun memang telah menghilangkan canggung diantara mereka. Berbagi segelas minuman menjadi kebiasaan yang entah sejak kapan mereka mulai.
 Meski kuantitas pertemuan mereka tidak setiap hari, namun Fys akan selalu ada saat Indah membutuhkannya. Begitu pula sebaliknya. Indah menjadi satu-satunya orang yang selalu disamping Fys saat kedua orangtua Fys meninggal dalam kecelakaan. Sejak saat itu, Indah menjadi orang pertama yang ia hubungi setiap kali ada sesuatu. Semua kabar baik maupun buruk, Indah akan selalu tahu.
Begitupun sebaliknya. Namun ada satu hal yang selalu mengusik Fys dari diri Indah. Kecintaan indah terhadap hujan.
Tiga tahun sudah Indah melakukan rutinitas yang sama setiap kali hujan turun. Menengadah pada hujan dalam diam lalu mengurung diri tiap kali hujan sudah berhenti.
Hujan tiba-tiba turun saat mereka baru mulai menikmati mie ayam yang masih mengepul.
Para pedagang dengan terburu-buru mengamankan dagangan mereka sebelum dirusak air hujan. Pengunjung pun berlari kesana kemari mencari tempat teduh. Warung tenda tempat mereka makan tak luput dari pengunjung yang ingin berteduh. Jadilah warung tenda yang tadinya sunyi menjadi penuh oleh pengunjung lapangan yang ingin berteduh.
Satu jam lebih hujan mengguyur, beberapa pengunjung yang berteduh kini mulai memesan makanan. Dingin mulai merangsang sistem pencernaan mereka untuk diisi. Fys baru menghabiskan makanannya setelah satu jam lamanya. Kegiatan manusia ramai selalu menarik perhatiannya. Mencoba menerka apa yang mereka pikirkan. Apa yang baru mereka alami. Terkadang ia menertawai dirinya sendiri dengan kebiasaannya itu. Ia sering terlambat tiba di rumah karena terlalu lama memperhatikan orang lain di jalan.
Fys lupa, ada yang luput dari perhatiannya. Indah dengan semangkuk mie ayam yang belum tersentuh.
“Bisa ga kamu tetap di bumi kalau hujan turun?” Fys memberanikan diri mengusik Indah.
Indah masih tenggelam dalam lamunannya.
“Ndah,, maaf aku lancang ganggu kamu waktu lagi hujan. Tapi ini udah tahun ke tiga. Sampai kapan mau gini terus?” Fys melanjutkan dengan hati-hati
“Aku ingat, ada yang pernah bilang ‘Siapa pun yang ninggalin kamu, kamu harus tetap hidup. Jalanin hidup kamu dengan semakin berkurangnya orang yang kamu kenal. Meski mereka orang-orang yang kamu sayangi.’ Dia bilang itu waktu pemakaman orangtua ku,” Fys menatap Indah dengan lembut sebelum melanjutkan kalimatnya “Aku nggak akan pernah lupa kata-kata kamu Ndah,”
Indah masih saja diam.
Hujan mulai reda. Fys segera membayar pesanan mereka. Ia tahu, Indah akan segera pergi saat hujan reda.
Benar saja, Indah langsung keluar warung tenda saat hujan masih menyisakan gerimis. Fys segera mengejarnya, tanpa memperdulikan genangan air yang ia pijak dan membasahi sepatu.
“Dengerin aku dulu,” bentak Fys sambil menarik tangan Indah.
Fys terperanjat saat melihat pipi gadis sahabatnya itu dibasahi air mata. Indah berusaha menahan sesengguknya.
“maafin aku kalau kasar,” Fys berubah lembut karena menyesali tindakannya.
“Tapi please dengerin aku ya,” lanjutnya lebih lembut sambil mengusap air mata di pipi Indah.
“Kamu pernah minta aku untuk gak ganggu kamu tiap hujan dan sehabis hujan. Saat itu kamu bilang entah sampai kapan. Awalnya aku berharap itu hanya sementara. Tapi ini udah tiga tahun Ndah. Aku nggak ngelarang kamu jadikan hujan seolah proyektor yang nampilin kenangan-kenangan kamu selama sama Tama. Mungkin kamu belum siap nerima laki-laki lain untuk gantiin Tama di hati kamu. Dan aku juga gak akan maksa kamu untuk nyari penggantinya. Aku gak akan nganggap kamu aneh kalau kamu berharap Tama bisa hidup lagi. Tapi cuma minta satu hal. Satu aja,”
“Ijinin aku jadi pelangi yang hadir buat kamu tersenyum sehabis hujan,”
Fys tidak mengharapkan jawaban gadis di hadapannya itu. ia hanya ingin melihat tangis Indah mereda.
Perasaan canggung mulai menyusup. Entah berapa lama mereka terdiam dengan posisi berhadapan.  sampai akhirnya dengan tiba-tiba Indah memeluk sahabatnya itu.
“Maafin aku yang udah egois, kamu bener. Aku harus tetap hidup meski tanpa Tama,” kata Indah lemah.
Meski terkejut, Fys membalas pelukan sahabatnya itu.
“Kita pernah janjikan untuk ngadain acara pernikahan di bulan yang sama. Gimana aku mau nikah sama Dion kalau kamu belum juga ada calonnya?” canda Fys untuk mencairkan suasana.
Spontan Indah melepas pelukannya tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
“Kamu mau nikah sama Dion? Bos kamu?” tanya Indah tidak percaya.
“Semoga. Ga salahkan kalau ngarep bisa nikah sama bos sendiri. Hehehe”
Mereka berdua tertawa tanpa mampu menahannya.  
Indah pun kembali indah meski hujan baru saja reda, karena ada pelangi di sampingnya. Ia Enfys, sahabatnya.

0 komentar:

Posting Komentar