Hujan masih mengguyur di luar sana. Indah duduk terdiam di
dekat jendela. Ia menengadah seolah menginginkan hujan untuk menyentuh
wajahnya. Sudah dua jam lamanya. Selama itu pula seseorang memperhatikan Indah
dalam diam. Tidak ada yang bisa diperbuatnya. Hanya membiarkan Indah tenggelam
dalam pemikiran indah miliknya. Mungkin hanya ia dan Pencipta yang mengerti.
“Ndah,,” panggil suara itu saat hujan mulai reda.
“Hmm?” gumamnya
“Aku boleh duduk di samping kamu?”
“Ya” jawabnya datar.
Dengan perlahan ia mendekati Indah yang masih belum juga
kembali dari khayalnya.
Satu jam lamanya mereka hanya duduk berdampingan dalam diam.
Tak seorangpun mengusik sunyi. Hanya rintik gerimis yang mengisi kekosongan.
“Ndah,, apa yang kamu lihat dalam hujan?” ia mulai bicara.
“Hmm,, kenangan, harapan,” jawab Indah ragu sambil beranjak.
Tanpa peduli Indah langsung masuk ke kamarnya.
Ia pun terdiam. Rumah itu kini benar-benar sunyi saat hujan
pergi. Karena saat itulah Indah akan selalu mengurung diri di kamar yang tak
pernah ia ijinkan seorang pun memasukinya.
---
Malam ini mereka berencana untuk menghabiskan waktu di
lapangan kota. Menikmati pesta kembang api menjelang akhir tahun. Namun berkat
rayuan Indah, merekapun telah tiba di lapangan kota sejak pukul 8 pagi.
“Kan lagi libur, sekalian dong main-main bareng,” menjadi
kalimat andalan Indah saat ide anehnya mulai dipertanyakan.
“Eh Fys, duduk disana yok. Laper,,” rengek Indah sambil
menunjuk warung tenda di seberang jalan.
“Ngajak duduk aja atau sekalian makan?” tanyanya menggoda.
“Makan sih,, Yok lah, laper berat nih,” jawab Indah sambil
menarik tangannya.
Sesampai di warung yang dimaksud, Indah langsung memesan dua
porsi mie ayam dan segelas es teh manis untuk mereka berdua. Ya satu gelas
saja. Kedekatan selama lima tahun memang telah menghilangkan canggung diantara
mereka. Berbagi segelas minuman menjadi kebiasaan yang entah sejak kapan mereka
mulai.
Meski kuantitas
pertemuan mereka tidak setiap hari, namun Fys akan selalu ada saat Indah
membutuhkannya. Begitu pula sebaliknya. Indah menjadi satu-satunya orang yang
selalu disamping Fys saat kedua orangtua Fys meninggal dalam kecelakaan. Sejak
saat itu, Indah menjadi orang pertama yang ia hubungi setiap kali ada sesuatu.
Semua kabar baik maupun buruk, Indah akan selalu tahu.
Begitupun sebaliknya. Namun ada satu hal yang selalu
mengusik Fys dari diri Indah. Kecintaan indah terhadap hujan.
Tiga tahun sudah Indah melakukan rutinitas yang sama setiap
kali hujan turun. Menengadah pada hujan dalam diam lalu mengurung diri tiap
kali hujan sudah berhenti.
Hujan tiba-tiba turun saat mereka baru mulai menikmati mie
ayam yang masih mengepul.
Para pedagang dengan terburu-buru mengamankan dagangan
mereka sebelum dirusak air hujan. Pengunjung pun berlari kesana kemari mencari
tempat teduh. Warung tenda tempat mereka makan tak luput dari pengunjung yang
ingin berteduh. Jadilah warung tenda yang tadinya sunyi menjadi penuh oleh pengunjung
lapangan yang ingin berteduh.
Satu jam lebih hujan mengguyur, beberapa pengunjung yang
berteduh kini mulai memesan makanan. Dingin mulai merangsang sistem pencernaan
mereka untuk diisi. Fys baru menghabiskan makanannya setelah satu jam lamanya.
Kegiatan manusia ramai selalu menarik perhatiannya. Mencoba menerka apa yang
mereka pikirkan. Apa yang baru mereka alami. Terkadang ia menertawai dirinya
sendiri dengan kebiasaannya itu. Ia sering terlambat tiba di rumah karena
terlalu lama memperhatikan orang lain di jalan.
Fys lupa, ada yang luput dari perhatiannya. Indah dengan
semangkuk mie ayam yang belum tersentuh.
“Bisa ga kamu tetap di bumi kalau hujan turun?” Fys
memberanikan diri mengusik Indah.
Indah masih tenggelam dalam lamunannya.
“Ndah,, maaf aku lancang ganggu kamu waktu lagi hujan. Tapi
ini udah tahun ke tiga. Sampai kapan mau gini terus?” Fys melanjutkan dengan
hati-hati
“Aku ingat, ada yang pernah bilang ‘Siapa pun yang ninggalin
kamu, kamu harus tetap hidup. Jalanin hidup kamu dengan semakin berkurangnya
orang yang kamu kenal. Meski mereka orang-orang yang kamu sayangi.’ Dia bilang
itu waktu pemakaman orangtua ku,” Fys menatap Indah dengan lembut sebelum
melanjutkan kalimatnya “Aku nggak akan pernah lupa kata-kata kamu Ndah,”
Indah masih saja diam.
Hujan mulai reda. Fys segera membayar pesanan mereka. Ia
tahu, Indah akan segera pergi saat hujan reda.
Benar saja, Indah langsung keluar warung tenda saat hujan
masih menyisakan gerimis. Fys segera mengejarnya, tanpa memperdulikan genangan
air yang ia pijak dan membasahi sepatu.
“Dengerin aku dulu,” bentak Fys sambil menarik tangan Indah.
Fys terperanjat saat melihat pipi gadis sahabatnya itu
dibasahi air mata. Indah berusaha menahan sesengguknya.
“maafin aku kalau kasar,” Fys berubah lembut karena menyesali
tindakannya.
“Tapi please dengerin aku ya,” lanjutnya lebih lembut sambil
mengusap air mata di pipi Indah.
“Kamu pernah minta aku untuk gak ganggu kamu tiap hujan dan
sehabis hujan. Saat itu kamu bilang entah sampai kapan. Awalnya aku berharap itu
hanya sementara. Tapi ini udah tiga tahun Ndah. Aku nggak ngelarang kamu
jadikan hujan seolah proyektor yang nampilin kenangan-kenangan kamu selama sama
Tama. Mungkin kamu belum siap nerima laki-laki lain untuk gantiin Tama di hati
kamu. Dan aku juga gak akan maksa kamu untuk nyari penggantinya. Aku gak akan
nganggap kamu aneh kalau kamu berharap Tama bisa hidup lagi. Tapi cuma minta
satu hal. Satu aja,”
“Ijinin aku jadi pelangi yang hadir buat kamu tersenyum
sehabis hujan,”
Fys tidak mengharapkan jawaban gadis di hadapannya itu. ia
hanya ingin melihat tangis Indah mereda.
Perasaan canggung mulai menyusup. Entah berapa lama mereka
terdiam dengan posisi berhadapan. sampai
akhirnya dengan tiba-tiba Indah memeluk sahabatnya itu.
“Maafin aku yang udah egois, kamu bener. Aku harus tetap
hidup meski tanpa Tama,” kata Indah lemah.
Meski terkejut, Fys membalas pelukan sahabatnya itu.
“Kita pernah janjikan untuk ngadain acara pernikahan di
bulan yang sama. Gimana aku mau nikah sama Dion kalau kamu belum juga ada calonnya?”
canda Fys untuk mencairkan suasana.
Spontan Indah melepas pelukannya tidak percaya dengan apa
yang ia dengar.
“Kamu mau nikah sama Dion? Bos kamu?” tanya Indah tidak
percaya.
“Semoga. Ga salahkan kalau ngarep bisa nikah sama bos
sendiri. Hehehe”
Mereka berdua tertawa tanpa mampu menahannya.
Indah pun kembali indah meski hujan baru saja reda, karena
ada pelangi di sampingnya. Ia Enfys, sahabatnya.
0 komentar:
Posting Komentar